Upaya Mendapatkan Pedet Kembar. BPTP-NTB telah memulai penelitian kelahiran kembar dengan pemetaan wilayah kelahiran kembar, identifikasi pakan pada lokasi kejadian kembar dan identifikasi sosial dan ekonomi pada peternak kasus terjadinya kelahiran kembar untuk mendapatkan informasi penciri utama dari kejadian kelahiran kembar. Pada waktu yang bersamaan juga akan dilakukan pengkajian pengunaan Folicle Stimulating Hormon (FSH) atau Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG) untuk menghasilkan kelahiran kembar di Kebun Percobaan BPTP-NTB di Narmada.Menggali Potensi Sapi Melahirkan Pedet Kembar. Siapa peternak yang tidak ingin sapi indukannya melahirkan pedet kembar, bahkan sampai kembar tiga yang terjadi di Blitar dan yang beberapa waktu lain membuat ramai di medsos. Jika ditelaah lebih teliti, sebenarnya ada potensi tersembunyi pada induk-induk sapi lokal yang memiliki potensi kelahiran kembar. Salah satu manfaat dari kelahiran kembar tentunya bisa lebih mempercepat pertumbuhan populasi sapi lokal di Indonesia.
Salah satu terobosan dalam upaya untuk meningkatkan produksi ternak sapi adalah dengan penggunaan teknologi pengembangan sapi beranak kembar (twinning technology). Teknologi produksi sapi kembar memberikan paradigma baru dalam usaha pengembangan ternak sapi yang memberikan peluang untuk meningkatkan efisiensi reproduksi dan efisiensi ekonomi usaha. Teknologi produksi sapi kembar akan dapat mengurangi kebutuhan waktu, tenaga dan biaya dalam upaya peningkatan populasi ternak sapi dan pendapatan petani peternak (Echternkamp, 1992).
Hasil pengamatan terhadap kinerja penyuntikan hormon adalah dari 15 ekor induk yang diberi perlakuan, 7 ekor telah melahirkan, satu ekor melahirkan kembar 2, satu ekor melahirkan kembar tiga dan satu ekor melahirkan kembar 4. Hasil yang diperoleh ini sangat menggembirakan namun semua anak yang lahir semuanya mati dan lahir tidak cukup umur (premature).
![]() |
Pedet Kembar 3 |
![]() |
Pedet Kembar 3 Menyusu Induknya |
Penelitian Tentang Potensi Sapi Melahirkan Pedet Kembar di Aceh
Identifikasi wilayah sapi beranak kembar dilakukan dengan menggunakan pendekatan dan teknik pemantauan cepat (rapid appraisal) yang meliputi (LCC, 1977):
1) Wawancara informan kunci (key informant interview) yang dilakukan terhadap individu responden yang sudah diseleksi dan dianggap memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam hal keadaan ternak sapi di wilayahnya. Wawancara bersifat kualitatif, mendalam dan semi-terstruktur.
3) Wawancara dengan kelompok masyarakat (community group discussion) yang dilakukan terhadap peternak, baik yang memiliki ternak dengan kelahiran kembar maupun dengan peternak dengan kelaihran tunggal.
4) Pengamatan langsung (direct observation) yang dilakukan dengan kunjungan lapangan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan usaha ternak sapi.
Area penelitian di Provinsi NAD, yang meliputi: Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur dan Aceh Tamiang. Lokasi survey ditentukan secara sengaja (purposive) berdasarkan jumlah populasi ternak sapi terbanyak.
Data sekunder merupakan data awal untuk penentuan kegiatan selanjutnya. Data tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber dan diolah secara tabulasi untuk dilakukan analisis secara deskriptif. Data primer merupakan data yang dikumpulkan dari hasil survey di masing-masing lokasi. Data tersebut adalah hasil dari wawancara dengan informan kunci, diskusi kelompok dan masyarakat dengan menggunakan kuesioner dan daftar isian serta hasil pengamatan langsung di lapangan. Data primer diolah secara deskriptif. Data primer yang dicari antara lain data populasi dan kepemilikan sapi petani, sejarah kelahiran sapi kembar di wilayah tersebut, kejadian kelahiran sapi kembar, kemungkinan penyebab terjadinya sapi lahir kembar, cara perkawinan (alam atau IB), wilayah program IB serta data-data lain yang sesuai dengan tujuan kegiatan.
Hasil identifikasi terhadap kelahiran sapi beranak kembar di 7 kabupaten pengembangan ternak sapi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam menunjukkan bahwa selama periode waktu 2006-2009 terdapat 71 kejadian lahir kembar. Berdasarkan metode perkawinan yang dilakukan petani terhadap ternak sapi yang beranak kembar tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 79 persen merupakan hasil perkawinan alami dan 21 persen hasil inseminasi buatan (IB).
Manajemen pemeliharaan ternak sapi yang meliputi perkandangan, penggembalaan, pemberian pakan, perawatan kesehatan, dan perkawinan yang dilakukan umumnya tidak berbeda antara peternak yang memiliki sapi dengan kelahiran kembar dengan yang kelahiran tunggal. Hal ini terlihat dari tidak adanya perlakuan khusus yang diberikan oleh ternak dengan kelahiran kembar tersebut dalam hal pemeliharaan. Padahal, Kelahiran kembar merupakan peluang dalam meningkatkan efisiensi produksi ternak sapi bagi peternak yang memiliki keterampilan dalam pengelolaan sapi kembar yang cenderung lebih memerlukan perhatian khusus (Komisarek dan Dorynek, 2002).
Sebagian hasil kelahiran kembar tersebut mengalami kematian, baik saat beberapa hari setelah kelahiran akibat kekurangan supply susu dari induknya, maupun akibat serangan penyakit ternak pada umumnya.
Demikian pula dalam hal pemasaran, peternak menjual ternaknya baik induknya maupun anak sapi yang sudah memliki nilai jual tinggi tanpa membedakan antara sapi yang berpotensi beranak kembar maupun hasil dari kelahiran kembarnya dengan sapi dengan kelahiran normal. Hal ini dapat menyebabkan potensi genetik dari sapi yang berpotensi beranak kembar tersebut akan hilang.
Catatan:
- Petani peternak pemilik sapi dan petugas di lapangan (inseminator dan kesehatan hewan) belum melakukan pencatatan dan tidak memberikan perlakuan khusus terhadap sapi yang berpotensi beranak kembar. Pemeliharaan ternak yang meliputi manajemen kandang dan pakan masih dilakukan secara tradisional dan ternak tersebut belum dianggap sebagai sumber genetik yang potensial untuk mempercepat pengembangan populasi ternak.
- Kelahiran kembar merupakan peluang dalam meningkatkan efisiensi produksi ternak sapi bagi peternak yang memiliki keterampilan dalam pengelolaan sapi kembar yang cenderung lebih memerlukan perhatian khusus.
Tabel 1. Mekanisme Penyuntikan Hormon Prostaglandin (PGF2α) + PMSG + Double IB + kawin alam
No | Hormon | Volume | Hari |
1 | Prostaglandin (PGF2 α) | 5 cc/ml | 1 |
2 | Tunggu Birahi | 2 - 4 | |
3 | Pengamatan birahi | 5 - 11 | |
4 | Prostaglandin | 5 cc | 11 (jika tdk birahi) |
5 | PMSG | 4 cc/ml | 10 setelah birahi (biasanya hari 21) |
6 | Dicampur pejantan | 21 | |
7 | IB | Pagi, Sore, Malam | 21(Setelah kelihatan birahi) |
Gbr 1. Penyuntikan Hormon | Gbr 2. Pemeriksaan berahi | Gbr 3. Pelaksanaan Inseminasi Buatan untuk Superovulasi |
- Pertama dengan cara seleksi, yaitu mengawinkan sapi berketurunan kembar. Bibit Sapi yang lahir kembar memiliki potensi untuk menghasilkan anakan sapi yang kembar juga, baik jenis sapi betina maupun jantan. Kelahiran ini dimungkinkan kembar karena faktor genetis saja, maka cari sapi yang lahir kembar untuk menghasilkan bibit sapi yang kembar pula.
- Cara Kedua yaitu manipulasi reproduksi, dengan pemberian hormon pada sapi betina dewasa supaya menghasilkan lebih dari 1 sel telur, dan dapat dibuahi dengan spermatozoa hasil pemisahan kromosom. Tahap berikutnya, embrio hasil pembuahan akan membelah menjadi dua sel dipisahkan dengan micromanipulator, lalu dikultur hingga mencapai stadium matang dan siap dimasukkan di sisi kiri dan kanan rahim, sehingga akan menghasilkan anakan kembar.
- Cara ketiga, dengan perpaduan kawin suntik atau insemenasi buatan (IB) dan transfer embrio. Secara simultan dilakukan pembuahan dengan kawin suntik dan pembuahan di luar. Sel telur yang sudah dibuahi dengan spermatozoa dalam embrio dari pembuahan luar kemudian dimasukkan ke bagian rahim sapi.
Dilaporkan bahwa frekuensi kelahiran kembar dari berbagai ras sapi, berkisar antara 0,5 sampai 9%. Kemungkinan terbesar kelahiran kembar adalah pada Sapi Brown Swiss dengan frekuensi kelahiran kembar 2,7-8,9%. Sedangkan pada sapi potong frekuensi kelahiran kembar hanya 0,5 dan pada sapi perah 1%.
Ada empat cara yang dapat menyebabkan sapi lahir kembar. Pertama dengan cara seleksi, yaitu sapi keturunan kembar dikawinkan dengan sapi yang kelahiran kembar. Cara ini memerlukan waktu yang lama untuk meningkatkan frekuensi kelahiran kembar. Kedua secara genetik, dengan deteksi ada tidaknya gen kembar. Baik jantan maupun betina, keduanya harus punya gen kembar. Ketiga dengan cara manipulasi reproduksi, supaya bisa menghasilkan lebih dari 1 telur dan baik untuk dibuahi. Keempat dengan cara merangsang sapi supaya bisa ovulasi lebih dari satu, yaitu dengan pemberian pakan dengan kandungan mineral, vitamin dan protein tinggi supaya gizinya bagus.Kelahiran kembar secara umum diyakini merupakan peristiwa yang dipengaruhi sifat genetik kembar yang pemunculannya sangat bergantung pada lingkungan dan salah satu faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah lingkungan pakan. Sifat genetik kelahiran kembar atau sifat genetik yang terdapat pada kromosom 19 dimiliki oleh seekor induk maka terdapat peluang 10% dari induk tersebut untuk melahirkan kembar dan jika pada kromosom 5 dan 7 juga terdapat gen bersifat superovulasi maka peluang untuk melahirkan kembar meningkat sampai 13%.
Seleksi sifat kelahiran kembar dan perbaikan manajemen pakan dan pemeliharaan terbukti dapat meningkatkan peluang kelahiran. Amerika Serikat merupakan pioner pengembangan program kelahiran kembar. Meat Animal Research Centre Nebraska lembaga penelitian dibawah United State Department of Agricultural(USDA-MARC) memulai program pedet lahir kembar pada tahun 1984 dengan menerapkan seleksi sifat kembar, perbaikan manajemen pemberian pakan dan pemeliharaan.
Dengan diketahuinya gen sifat kembar berada pada kromosom 5, 7 dan 19, USDA-MARC mengembangkan alat DNA test untuk mendeteksi apakah betina yang pernah beranak kembar mempunyai sifat gen kembar atau tidak dan mendeteksi anak yang dilahirkan membawa gen kembar atau tidak. Penggunaan alat DNA test ini memudahkan pengembangan program twinning cattle termasuk di Indonesia nantinya jika kelahiran kembar kemudian dijadikan pilihan untuk meningkatkan produktivitas induk dan produksi daging nasional.
BPTP-NTB telah memulai penelitian kelahiran kembar dengan pemetaan wilayah kelahiran kembar, identifikasi pakan pada lokasi kejadian kembar dan identifikasi sosial dan ekonomi pada peternak kasus terjadinya kelahiran kembar untuk mendapatkan informasi penciri utama dari kejadian kelahiran kembar. Pada waktu yang bersamaan juga akan dilakukan pengkajian pengunaan Folicle Stimulating Hormon (FSH) atau Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG) untuk menghasilkan kelahiran kembar di Kebun Percobaan BPTP-NTB di Narmada. Kerjasama penelitian dengan Universitas Mataram juga telah dijalin.
Jadi, pemanfaatan teknologi kelahiran sapi kembar sebagai upaya terobosan untuk meningkatkan produksi sapi dan daging nasional bukanlah hal yang mustahil.
Coba saja dibayangkan andaikata semua ternak betina produktif yang memiliki potensi melahirkan anak kembar dibudidayakan maka inilah salah satu alternatif untuk mempercepat perkembangan populasi sapi di Indonesia.
Referensi:
http://sulsel.litbang.pertanian.go.id
nad.litbang.pertanian.go.id
www.sapibagus.com
http://sumbar.litbang.pertanian.go.id