SEJAK KAPAN KITA PACARAN?
Bryan benar-benar malas bertemu dengan dua orang itu.
Setiap bertemu Clara, Bryan langsung teringat betapa tidak berharganya dia dimata Clara saat gadis itu memutuskan hubungan mereka dengan santai tanpa beban.
Sampai detik ini, sebenarnya Bryan masih belum bisa benar-benar melupakan Clara, cinta pertamanya, cinta yang dengan tulus dia berikan untuk Clara.
Saat itu Bryan benar-benar menganggap Clara seorang dewi yang begitu sempurna. Disaat gadis lain tidak mau meliriknya sama sekali, Clara bahkan mau menjadi pacarnya.
Dikampus Bryan cukup terkenal, terkenal tampan tapi miskin. Disaat hedonisme dipuja, siapa yang mau sama pemuda miskin seperti Bryan?
"Steven sayang, aku mau gaun yang warna merah."
Terdengar suara manja dari Clara. Suara yang kembali membuat hati Bryan terasa perih.
"Terserah kamu sayang, mau yang mana ambil saja."
Steven melihat harga gaun merah yang ditunjuk Clara. Sama dengan Sarah, saat ini Clara juga sedang mencari gaun untuk pesta perayaan dies natalis dikampus mereka.
"Mudah-mudahan harganya masih dibawah limit credit card ku." Batin Steven. Dia tersenyum saat tahu bandrol harga gaun itu masih terjangkau kantongnya.
"Clara, sampah yang dipojokan itu bukankah mantan pacarmu."
Steven yang baru saja menyadari keberadaan Bryan langsung memberi tahu Clara. Dia bertanya-tanya dalam hati mau ngapain pemuda miskin itu berada dibutik mewah ini.
Clara langsung menengok ke pojok butik yang ditunjuk Steven. Dilihatnya Bryan sedang duduk memainkan Hp bututnya.
Bryan sengaja mengambil posisi disudut butik yang kebetulan ada tempat duduknya untuk menghindari Steven dan Clara.
Clara memandang Bryan dengan terheran-heran karena melihat Bryan duduk dengan santai seakan tanpa beban berada di butik mewah tersebut.
"Jangan-jangan Bryan sebenarnya anak orang kaya yang menyamar jadi pemuda miskin, seperti di novel online yang sering aku baca?" Batin Clara menduga-duga.
"Dia terlihat santai banget, apa dia sudah biasa ke tempat ini secara diam-diam ya." Berbagai dugaan berputar-putar diotak Clara.
Terbawa rasa penasaran, Clara segera menghampiri Bryan.
Dengan ramah sekali Clara menyapa Bryan.
"Apa kabar Bryan?"
Bryan yang sedang asyik dengan gadgetnya langsung mengangkat kepalanya saat mendengar suara Clara.
Bryan terheran-heran karena Clara menyapanya dengan ramah dan bersahabat, padahal saat putus, Clara mengancam Bryan agar tidak mendekatinya lagi.
"Baik."
Bryan menjawab singkat, dia masih sibuk menduga-duga, ada maksud apa sampai Clara mau menyapanya dengan begitu ramah.
"Kamu sedang ngapain disini?"
Clara kembali bertanya untuk mencari kebenaran atas dugaannya barusan.
"Mengantar majikanku beli gaun." Bryan mengatakan sejujurnya.
Mendengar jawaban Bryan, Clara langsung melengos dan meninggalkan Bryan begitu saja.
Bryan kembali dibuat bingung dengan sikap Clara yang berubah-ubah seperti bunglon. Baru saja ramahnya minta ampun tetapi sedetik kemudian langsung berubah jutek.
"Ternyata selama dua tahun menjadi pacar Clara, aku benar-benar tidak mengenal pribadinya sama sekali, dan aku sudah jatuh cinta setengah mati padanya. Dasar pria goblok!"
Bryan memaki-maki dirinya sendiri, saat ini dia sadar betul betapa bodohnya dia selama dua tahun tersebut. Tapi... Bukankah cinta memang bisa bikin orang pintar jadi bodoh?
"Huhh, ternyata dia benar-benar orang miskin. Mana ada dikehidupan nyata, orang kaya pura-pura miskin." Batin Clara merutuki dugaan absurdnya barusan.
Clara menghampiri Steven yang dari tadi memandanginya bercakap-cakap dengan Bryan, hanya saja Steven tidak bisa mendengar apa yang dibicarakan mereka berdua karena jaraknya yang cukup jauh sementara di butik saat ini suasana cukup ramai.
"Ngapain sampah itu disini?" Tanya Steven pada Clara yang sedang berbicara dengan pelayan untuk minta diambilkan gaun yang dia inginkan.
"Dia sedang mengantar majikannya beli gaun. Sudah biarkan saja gak perlu dihiraukan." Kata Clara.
"Aku coba gaun dulu sayang."
Clara menuju ruang fitting baju yang baru saja dipakai Sarah.
Ternyata gaun yang Sarah pilih sangat sesuai dengan ukuran tubuhnya. Sarah langsung menuju ke kasir untuk membayar.
"Debit atau Credit Card Nona?" Tanya kasir dengan ramah.
Sarah segera memberikan kartu debitnya yang segera diambil kasir untuk proses pembayaran.
"Terima kasih Nona, ini kartunya dan ini gaunnya."
Sarah menerima kartu dan gaun yang sudah dimasukkan dalam paper bag, matanya mencari-cari keberadaan Bryan.
"Ada yang bisa saya bantu nona cantik?" Tanya Steven.
Steven yang sejak tadi mengamati Sarah saat membayar dikasir, dibuat terpesona dengan kecantikan Sarah. Steven masih belum tahu jika Sarah kuliah dikampus yang sama dengannya, cuma beda angkatan dan jurusan.
Sementara Sarah, meskipun baru duduk di semester satu, dia sudah mendengar sepak terjang Steven yang suka mempermainkan gadis-gadis dikampus. Dan Sarah sangat muak dengan itu.
Sarah mengabaikan Steven dan berjalan menuju pintu keluar butik karena tidak menemukan Bryan disana.
Tiba-tiba Steven mencengkeram tangan Sarah, dia marah karena diabaikan Sarah dan kata-katanya tidak ditanggapi sama sekali.
"Tunggu dulu Nona cantik, kamu tidak bisa bersikap seenaknya padaku, Steven."
Dengan kasar Steven menarik tangan Sarah agar lebih dekat padanya.
"Lepaskan tanganku Steven! Apa maumu?" Seru Sarah dengan marah.
"Aku menyukaimu, kamu harus jadi pacarku." Sahut Steven dengan percaya diri.
"Maaf, aku tidak menyukaimu dan aku sudah punya pacar." Jawab Sarah asal saja.
"Putuskan pacarmu dan jadilah pacarku." Kata Steven dengan songongnya.
"Dasar orang gila, lepas!"
Sarah berusaha menarik tangannya, tetapi Steven malah tambah kuat mencengkeram tangan Sarah.
"Lepaskan tangan gadis itu Steven."
Bryan berjalan mendekati Steven dengan tatapan mengancam.
"Jangan sok jadi pahlawan, bocah miskin!" Steven tetap tidak melepaskan tangan Sarah.
"Jangan salahkan aku berbuat kasar padamu Steven."
Dengan sangat cepat Bryan mencengkeram tangan Steven yang memegang tangan Sarah.
Dicengkeramnya dengan kuat tangan Steven sambil berteriak.
"Lepas!"
Steven merasakan ngilu dan nyeri yang sangat menyakitkan pada pergelangan tangannya yang dicengkeram Bryan.
Tidak kuat merasakan ngilu, refleks Steven melepaskan cengkeramannya.
"Bangsat kamu Bryan, kamu berani menyakitiku!" Seru Steven dengan nada mengancam.
Bryan tidak mempedulikan Steven.
"Maaf, barusan aku ke toilet, bagaimana tanganmu?"
Bryan melihat tanda merah di pergelangan tangan Sarah bekas cengkeraman Steven.
"Aku gak apa-apa, terima kasih Bryan."
"Jadi ini pacarmu?" Tanya Steven sambil menahan emosinya.
"Iya, dia pacar aku." Jawab Sarah.
Bryan yang tidak tahu kronologis keributan antara Steven dan Sarah dibuat bingung dengan percakapan mereka.
"Bagus, aku akan merebut kamu darinya, seperti aku merebut Clara."
Steven memandang Bryan dengan tatapan bengis. Dia tidak berani melawan Bryan terang-terangan karena dia pernah dikalahkan dengan telak oleh Bryan saat turnamen taekwondo di kampus.
"Ooo jadi pacar Bryan direbut Steven, wow! Seru juga ternyata konflik antara Bryan dan Steven." Batin Sarah.
"Steven sayang, gaunnya sangat cocok ditubuh aku, kamu belikan ya, sayang?"
Tiba-tiba terdengar suara Clara yang datang-datang langsung merayu Steven agar membelikannya baju. Clara tidak tahu sama sekali jika baru saja terjadi pertengkaran antara Bryan, Sarah dan Steven.
"Gak usah beli gaun!" Seru Steven sambil berjalan meninggalkan butik.
"Tapi sayang, gaunnya sudah dikasir!" Clara masih terus merajuk tanpa malu-malu diliatin pengunjung butik yang lain.
"Kalau kamu mau, ya sudah bayar saja sendiri, sana!"
Tanpa mempedulikan Clara Steven terus berjalan meninggalkan butik. Clara mengikutinya sambil menggerutu.
"Kalau aku bisa beli sendiri, ngapain juga aku jadi pacar kamu?"
"Apa kamu bilang?"
Steven menghentikan langkahnya dan berbalik memandang tajam pada Clara.
"Eh... ng.. nggak, aku bilang, mana aku punya uang untuk bayar gaun itu." Jawab Clara gugup, dia khawatir sekali jika Steven sampai mendengar dia menggerutu barusan.
"Lain kali saja kita beli!"
Steven sudah mulai bisa menenangkan hatinya yang panas barusan.
Dia begitu iri dengan Bryan. Baru saja dia bisa merebut Clara, sekarang Bryan sudah digandeng gadis yang lebih muda dan lebih cantik dari Clara.
"Aku harus bisa merebut Sarah dari Bryan!"
*****
Sementara itu Sarah dan Bryan juga meninggalkan butik, keluar mall dan turun ke tempat parkir.
"Sarah, sejak kapan kita pacaran?"
"Maksud kamu?" Tanya Sarah pura-pura gak tahu arah pertanyaan Bryan.
"Kamu tadi bilang ke Steven, jika aku adalah pacar kamu."
Dengan hati-hati Bryan mengatakan hal yang menurutnya sensitif tersebut. Terus terang saja Bryan sangat penasaran dengan omongan Sarah tersebut.
"Kamu tidak mau jadi pacar aku?"
Sarah malah balik bertanya yang membuat Bryan jadi salah tingkah. Siapa yang gak mau punya pacar secantik Sarah?
"Kalau kamu gak mau ya gak papa." Lanjut Sarah.
"Bukan begitu Sarah, aku mau, tapi...."
"Kalau mau, ya mau saja, gak usah banyak tanya." Seru Sarah dengan ketus.
"Pokoknya mulai hari ini, kamu adalah pacar aku, terutama dikampus, kamu harus dan wajib mengaku sebagai pacar aku, titik!"
Sebenarnya Bryan masih mau bertanya lagi tapi ditahannya dalam hati karena dia ingat pasal 17 dari kontrak kerjanya.
Isi pasal itu adalah dia harus menuruti semua kemauan Sarah, selama tidak melanggar hukum dan norma kesusilaan.
Bukankah bersedia menjadi pacar Sarah juga tidak melanggar hukum? Tapi pacar seperti apa?
Baru kali ini Bryan dibuat bingung menghadapi perempuan.
Sikap dan keinginan Sarah benar-benar random dan sangat out of the box.
Sebenarnya Sarah meminta Bryan untuk mengaku menjadi pacarnya bukan tanpa alasan.
Alasan pertama tentu saja untuk menunjukkan pada Steven bahwa dia memang sudah punya pacar.
Alasan kedua, Sarah menyadari jika dia memang dikaruniai wajah yang cantik seperti mendiang mama kandungnya sehingga banyak pemuda-pemuda kaya yang ganjen mecoba merayunya.
Sarah benar-benar risih dengan hal tersebut.
Dan sekarang, dia mempunyai sopir yang ganteng, tidak penakut dan sepertinya juga jago berkelahi, apa salahnya dia manfaatkan?
Sarah tersenyum memikirkan ulahnya sendiri.
"Maaf ya Bryan, siapa suruh kamu jadi sopir aku." Batin Sarah saat sudah duduk dalam mobil menuju pulang.
Kembali Bryan menggeber mobil Sarah dan melaju kencang. Sarah begitu menikmati dibawa ngebut sama Bryan.
"Waduh! Ada yang kelupaan, stop Bryan!"
CIIIT!!!
Bryan menghentikan mobilnya dipinggir jalan.