Jenis Burung Air Yang Sudah Sangat Langka, Mentok Rimba
Mentok rimba (Cairina scutulata) termasuk jenis burung dari keluarga bebek. Penampakan burung ini mirip sekali dengan entok yang sering dipelihara oleh masyarakat. Yang membedakan keduanya, yaitu mentok rimba dapat terbang dan hanya mampu hidup pada lingkungan yang masih alami. Mentok rimba merupakan salah satu jenis burung air yang paling terancam punah. Oleh IUCN jenis burung ini dimasukkan dalam status “terancam” atau “Endangered”, artinya sedang menghadapai resiko yang sangat tinggi untuk punah dialam liar. Pada tahun 2002 diperkirakan populasinya tidak lebih dari 800 ekor diseluruh dunia. Di Indonesia sendiri diperkirakan hanya sekitar 150 ekor di Pulau Sumatera, terutama di Taman Nasional Way Kambas, Lampung.
Mentok Rimba dikenal juga sebagai Mentok Hutan, Serati, Bebek Hutan atau Angsa Hutan dan dalam bahasa inggris dikenal sebagai White-winged Wood Duck. Spesies ini termasuk salah satu burung air dari suku Anatidae (bebek).
Mentok Rimba (Cairina scutulata) nyaris mirip dengan spesies Bebek Manila (Cairina moschata) yang sering dipelihara. Mentok berukuran besar antara 66-75 cm. Bentuknya hampir menyerupai bebek. Warna bulunya gelap dan kepala serta lehernya keputih-putihan. Penutup sayap kecil putih, penutup sayap tengah dan spekulum abu-abu biru.
Mentok Rimba berhabitat di lahan basah yang dekat dengan rawa-rawa. Burung jenis ini suka sekali bersembunyi di siang hari dan pada malam hari mereka juga dapat aktif mencari makan sendiri, berpasangan, maupun berkelompok 6-8 ekor.
Karena hidupnya di lahan basah (air), maka pembangunan listrik tenaga air dan polusi manusia menjadi ancaman terbesar bagi mereka. Selain itu, penurunan polulasinya juga diakibatkan oleh kerusakan, degradasi, dan gangguan habitatnya termasuk kehilangan koridor hutan di tepi sungai. Polulasinya yang tinggal sedikit ini sangat beresiko terhadap kepunahan.
Habitat Mentok Rimba tersisa di Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos, Myanmar, Indonesia, India, dan Bangladesh dengan jumlah populasi tidak mencapai 1000 ekor. Di Indonesia, semula Mentok Rimba ini dapat dijumpai di Jawa dan Sumatera, namun kini bebek jenis ini telah punah di Jawa.
Seperti dilansir oleh Kompas.com, Populasi bebek hutan (cairina scutulata) di Taman Nasional Way Kambas atau TNWK, Lampung Timur, terancam punah, akibat semakin menyempitnya lokasi habitat satwa dilindungi itu. "Berdasarkan data terakhir tahun 2001, jumlah bebek hutan di seluruh kawasan TNWK yang terpantau hanya 75 ekor. Jumlah satwa itu kini semakin berkurang," kata Kepala Bidang Konservasi Jenis TNWK, Dicky Tri Sutanto, di Balai TNWK, Lampung Timur, Jumat (23/4/2010).
Menurutnya, satwa bebek hutan atau masyarakat menyebut mentok rimba itu kini dalam status "terancam punah" sebab keberadaanya semakin sulit ditemui. "Baru-baru ini kami bersama tim melakukan monitoring di seluruh kawasan TNWK. Namun, jumlah bebek hutan yang berhasil ditemui hanya sembilan ekor," ujarnya. Dia menjelaskan, sebenarnya populasi bebek hutan salah satunya di TNWK Lampung Timur merupakan populasi terbesar di dunia, dengan jumlah keseluruhan mencapai 200-an ekor. "Jika tidak segera ditangani serius, bisa jadi generasi ke depan tidak lagi bisa menemui bebek hutan yang termasuk unggas langka itu," paparnya.
Dia menambahkan, kelompok peduli bebek hutan yang tergabung dalam "Kelompok Sahabat Burung Way Kambas", tahun 2010 telah melakukan empat kali monitoring populasi dan ancaman terbesar satwa itu, yakni adanya aktivitas ilegal seperti perburuan burung dan pemancingan serta kerusakan habitat akibat kebakaran hutan. "Lokasi rawa yang biasa menjadi habitat bebek hutan itu kini juga semakin menyempit, sehingga satwa itu terkadang ke luar kawasan hingga ke lahan pertanian, yang pada akhirnya ditangkap masyarakat sekitar," ungkapnya.
Manajer Lembaga Swadaya Masyarakat Wildlife Conservation Society (LSM WCS) Doni Gunariadi, yang saat dimintai konfirmasi berada di Bogor, membenarkan, populasi bebek hutan di TNWK Lampung Timur saat ini jumlahnya tidak lebih dari ratusan ekor, padahal sejak 1985 saat pusat latihan gajah (PLG) TNWK diresmikan, jumlahnya bisa mencapai ribuan ekor. Dia menjelaskan, bebek hutan itu merupakan hewan yang sangat dilindungi, sebab keberadaanya semakin langka dan tidak lagi mudah ditemui.
Biasanya ketika survei hewan tersebut bisa ditemui secara berkelompok sekitar 50-100 ekor dalam satu lokasi rawa. Namun, ketika survei yang dilakukan bersama tiga peneliti dari Amerika serikat tahun 2009 lalu, hanya bisa mendapati tiga ekor dalam satu lokasi rawa. "Jumlah bebek hutan dalam satu kelompok saja sudah berkurang, apalagi ditambah habitat berawa yang juga berkurang," ujarnya. Dia berharap kepada berbagai pihak, agar peduli dengan satwa bebek hutan tersebut, dengan tidak melakukan perburuan liar serta menjaga habitat aslinya. Sehingga, satwa langka yang menjadi kebanggan masyarakat Lampung itu bisa diwariskan ke generasi selanjutnya.
Populasi bebek hutan paling banyak bisa ditemui di TNWK Lampung Timur terutama di lokasi Way Gajah saat musim kemarau, sebab pada musim itu air rawa menyempit dan bebek rawa mudah berkumpul dalam satu lokasi. Selain itu, saat awal musim penghujan biasa memasuki musim kawin dan pada pertengahan musim itu adalah masa bertelur bagi induk betina. Sehingga pada bulan sekitar Maret sampai April, telur bebek hutan bisa menetas.
Mentok Rimba atau dalam nama ilmiahnya Cairina scutulata adalah sejenis burung dari keluarga bebek. Spesies ini termasuk salah satu burung air yang paling langka dan terancam punah di dunia. Wikipedia Nama ilmiah: Asarcornis scutulata |
Mentok Rimba dikenal juga sebagai Mentok Hutan, Serati, Bebek Hutan atau Angsa Hutan dan dalam bahasa inggris dikenal sebagai White-winged Wood Duck. Spesies ini termasuk salah satu burung air dari suku Anatidae (bebek).
Mentok Rimba (Cairina scutulata) nyaris mirip dengan spesies Bebek Manila (Cairina moschata) yang sering dipelihara. Mentok berukuran besar antara 66-75 cm. Bentuknya hampir menyerupai bebek. Warna bulunya gelap dan kepala serta lehernya keputih-putihan. Penutup sayap kecil putih, penutup sayap tengah dan spekulum abu-abu biru.
Mentok Rimba berhabitat di lahan basah yang dekat dengan rawa-rawa. Burung jenis ini suka sekali bersembunyi di siang hari dan pada malam hari mereka juga dapat aktif mencari makan sendiri, berpasangan, maupun berkelompok 6-8 ekor.
Karena hidupnya di lahan basah (air), maka pembangunan listrik tenaga air dan polusi manusia menjadi ancaman terbesar bagi mereka. Selain itu, penurunan polulasinya juga diakibatkan oleh kerusakan, degradasi, dan gangguan habitatnya termasuk kehilangan koridor hutan di tepi sungai. Polulasinya yang tinggal sedikit ini sangat beresiko terhadap kepunahan.
Habitat Mentok Rimba tersisa di Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos, Myanmar, Indonesia, India, dan Bangladesh dengan jumlah populasi tidak mencapai 1000 ekor. Di Indonesia, semula Mentok Rimba ini dapat dijumpai di Jawa dan Sumatera, namun kini bebek jenis ini telah punah di Jawa.
Mentok Rimba, Jenis Burung Air Yang Sangat Langka |
Menurutnya, satwa bebek hutan atau masyarakat menyebut mentok rimba itu kini dalam status "terancam punah" sebab keberadaanya semakin sulit ditemui. "Baru-baru ini kami bersama tim melakukan monitoring di seluruh kawasan TNWK. Namun, jumlah bebek hutan yang berhasil ditemui hanya sembilan ekor," ujarnya. Dia menjelaskan, sebenarnya populasi bebek hutan salah satunya di TNWK Lampung Timur merupakan populasi terbesar di dunia, dengan jumlah keseluruhan mencapai 200-an ekor. "Jika tidak segera ditangani serius, bisa jadi generasi ke depan tidak lagi bisa menemui bebek hutan yang termasuk unggas langka itu," paparnya.
Dia menambahkan, kelompok peduli bebek hutan yang tergabung dalam "Kelompok Sahabat Burung Way Kambas", tahun 2010 telah melakukan empat kali monitoring populasi dan ancaman terbesar satwa itu, yakni adanya aktivitas ilegal seperti perburuan burung dan pemancingan serta kerusakan habitat akibat kebakaran hutan. "Lokasi rawa yang biasa menjadi habitat bebek hutan itu kini juga semakin menyempit, sehingga satwa itu terkadang ke luar kawasan hingga ke lahan pertanian, yang pada akhirnya ditangkap masyarakat sekitar," ungkapnya.
Manajer Lembaga Swadaya Masyarakat Wildlife Conservation Society (LSM WCS) Doni Gunariadi, yang saat dimintai konfirmasi berada di Bogor, membenarkan, populasi bebek hutan di TNWK Lampung Timur saat ini jumlahnya tidak lebih dari ratusan ekor, padahal sejak 1985 saat pusat latihan gajah (PLG) TNWK diresmikan, jumlahnya bisa mencapai ribuan ekor. Dia menjelaskan, bebek hutan itu merupakan hewan yang sangat dilindungi, sebab keberadaanya semakin langka dan tidak lagi mudah ditemui.
Biasanya ketika survei hewan tersebut bisa ditemui secara berkelompok sekitar 50-100 ekor dalam satu lokasi rawa. Namun, ketika survei yang dilakukan bersama tiga peneliti dari Amerika serikat tahun 2009 lalu, hanya bisa mendapati tiga ekor dalam satu lokasi rawa. "Jumlah bebek hutan dalam satu kelompok saja sudah berkurang, apalagi ditambah habitat berawa yang juga berkurang," ujarnya. Dia berharap kepada berbagai pihak, agar peduli dengan satwa bebek hutan tersebut, dengan tidak melakukan perburuan liar serta menjaga habitat aslinya. Sehingga, satwa langka yang menjadi kebanggan masyarakat Lampung itu bisa diwariskan ke generasi selanjutnya.
Populasi bebek hutan paling banyak bisa ditemui di TNWK Lampung Timur terutama di lokasi Way Gajah saat musim kemarau, sebab pada musim itu air rawa menyempit dan bebek rawa mudah berkumpul dalam satu lokasi. Selain itu, saat awal musim penghujan biasa memasuki musim kawin dan pada pertengahan musim itu adalah masa bertelur bagi induk betina. Sehingga pada bulan sekitar Maret sampai April, telur bebek hutan bisa menetas.