Bahaya Penyakit Ternak Akibat Gegabah Impor Daging dan Jerohan

Bebasnya Import Jerohan dan Daging Sapi. Kebijakan pemerintah dalam hal ini departemen perdagangan untuk membuka keran impor sapi, daging dan jerohan seluas-luasnya bahkan dari negara yang belum bebas penyakit ternak sapi berbahaya dan menular seperti penyakit mulut dan kuku serta sapi gila atau madcow. Bahkan kabar terbaru menyebutkan bahwa pemerintah juga membuka kesempatan seluas-luasnya bagi siapa saja yang mau impor daging dan jerohan dengan alasan untuk menekan harga daging. Apakah ini akibat ucapan presiden yang tidak terealisir tentang harga daging sapi dikisaran Rp 80.000/kg?
Peraturan Menteri Pertanian yang dianggap menghambat dan menyebabkan harga daging mahal diputuskan untuk dicabut. Sungguh mengerikan kebijakan yang dilakukan pemerintah itu. Padahal mahalnya harga daging sapi bukan disebabkan peraturan tentang importasi, melainkan karena kita tidak pernah menangani secara benar sistem produksinya. Kebijakan itu tidak hanya membuat Indonesia akan dianggap aneh oleh OIE, tetapi juga bisa-bisa harga yang kelak harus dibayar akan lebih mahal lagi. Kita tidak bisa bayangkan kalau kasus sapi gila sampai muncul di Indonesia, atau penyakit mulut dan kuku merebak kembali di Tanah Air.
Dunia peternakan khususnya industri sapi potong sedang diambang bahaya penyebaran penyakit ternak yang bisa menghancurkan industri ini secara massif. Kebijakan impor yang terkesan asal bisa masuk daging murah dan sapi murah tanpa melihat kondisi negara asal ternak dan produk ternak sudah sangat mengkhawatirkan.

Impor daging kerbau asal India menjadi pintu terbukanya impor daging dan jerohan lainnya dari negara negara yang belum bebas penyakit berbahaya. Upaya maksimal dari pemerintah sebelumnya untuk menjaga impor hanya dari negara bebas penyakit ternak berbahaya hancur sudah.

India belum bebas penyakit mulut dan kuku, siapa berani jamin penyakit ini tidak nebeng masuk kenegara kita via impor jerohan dan daging kerbau? Amerika ada penyakit sapi gila, akankah penyakit ini ikut terbawa juga saat impor daging dari Amerika? Siapa berani jamin saat pemerintah membuka keran impor daging dari negara mana saja dan oleh siapa saja secara bebas bahkan tanpa pengawasan yang ketat? Mau dibawa kemana industri peternakan kita sebenarnya?

Simak tulisan yang bagus dibawah ini yang dikutip dari mediaindonesia.com semoga bisa menjadi bahan pembuka pikiran para pengambil kebijakan agar serius mengelola impor daging yang benar benar aman.

DALAM pengaturan kesehatan dan pengendalian penyakit, dunia mengenal dua organisasi, yaitu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE). Mengapa hewan mendapat perhatian yang sama dengan manusia? Karena ada penyakit hewan yang bisa menular kepada manusia atau disebut zoonosis.

Pada masa perang, banyak penyakit hewan yang dipergunakan untuk menyerang lawan. Kita mengenal penyakit anthrax. Bakteri bacillus anthracis itu bisa membuat orang tersiksa kalau sampai tertular dan bahkan mematikan. Oleh karena sifatnya yang menular, dunia membuat pengaturan perdagangan produk asal ternak.

Pengaturan dibuat sangat ketat karena jangan sampai manusia menjadi korban. OIE mendata penyakit-penyakit hewan yang ada di setiap negara dan memberikan peringatan kepada semua negara untuk berhati-hati apabila ingin melakukan importasi. Amerika Serikat, misalnya, dikategorikan sebagai negara yang tidak bebas penyakit sapi gila atau mad cow. Negara lain boleh saja melakukan importasi daging dari Amerika Serikat, asal sadar akan konsekuensinya. Jika virus itu masuk ke manusia, sistem saraf otak akan diserang dan menyebabkan penyakit Creutzfeldt-Jakob.

Karena begitu menakutkannya penularan penyakit hewan ke manusia dan juga hewan, semua negara di dunia memiliki badan kesehatan hewan. Badan itulah yang bertanggung jawab merekomendasikan importasi ternak dan produk ternak agar tidak ada dampak merugikan.

Aturan importasi dibuat ketat karena semua negara tidak ada yang mau mengambil risiko. Jangan sampai kita asal melakukan importasi dan sekadar mencari harga yang murah, tetapi akibat jangka panjangnya akan jauh lebih mahal.

Kita pernah punya pengalaman buruk ketika penyakit mulut dan kuku menyerang sapi di Indonesia. Kita membutuhkan waktu 100 tahun untuk mengeradikasi penyakit itu. Sekarang Indonesia menjadi satu-satunya negara di ASEAN yang terbebas dari penyakit mulut dan kuku. Terus terang kita kaget dengan kebijakan pemerintahan Joko Widodo untuk membuka keran impor daging sapi dan jeroan. Hanya karena terpukul janjinya untuk menjual harga daging sapi Rp80 ribu per kilogram pada saat Lebaran lalu tidak tercapai, pemerintah lalu memperbolehkan siapa pun untuk mengimpor daging sapi dan jeroan. Bahkan, importir tidak perlu lagi mendapatkan rekomendasi Direktorat Kesehatan Hewan untuk memasukkan daging dan jeroan ke Indonesia.

Peraturan Menteri Pertanian yang dianggap menghambat dan menyebabkan harga daging mahal diputuskan untuk dicabut. Sungguh mengerikan kebijakan yang dilakukan pemerintah itu. Padahal mahalnya harga daging sapi bukan disebabkan peraturan tentang importasi, melainkan karena kita tidak pernah menangani secara benar sistem produksinya. Kebijakan itu tidak hanya membuat Indonesia akan dianggap aneh oleh OIE, tetapi juga bisa-bisa harga yang kelak harus dibayar akan lebih mahal lagi. Kita tidak bisa bayangkan kalau kasus sapi gila sampai muncul di Indonesia, atau penyakit mulut dan kuku merebak kembali di Tanah Air.

Kita bukan hanya akan menghadapi larangan ekspor ke negara lain, para turis pun akan ketakutan mengonsumsi produk peternakan karena tidak melewati prosedur pengawasan yang seharusnya. Pepatah Minang mengatakan 'Tak pandai menari dikatakan lantai berjungkit'. Jangan sampai karena ketidakmampuan kita mengelola sistem peternakan secara benar sehingga harga daging mahal, kesalahannya dilimpahkan kepada sistem penanganan kesehatan hewan.

Kita ingin mengulangi, tugas negara bukanlah menciptakan harga daging murah, melainkan membuat harga daging wajar. Harga itu di satu sisi harus membuat konsumen mampu menjangkaunya, tetapi di sisi lain mesti mendorong peternak mau meningkatkan produksi.

Sumber : Penulis: Suryopratomo


Blog, Updated at: 15:53:00