Penyebab Sapi Gagal Bunting Saat Di IB dan Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan IB
Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun limapuluhan oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan istimewa (RKI) didirikanlah beberpa satsiun IB di beberapa daerah di awa Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor, difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah Bogor dan sekitarnya, Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat. Kekurang berhasilan program IB antara tahun 1960-1970, banyak disebabkan karena semen yang digunakan semen cair, dengan masa simpan terbatas dan perlu adanya alat simpan sehingga sangat sulit pelaksanaanya di lapangan. Disamping itu kondisi perekonomian saat itu sangat kritis sehingga pembangunan bidang peternakan kurang dapat perhatian.Keberhasilan IB atau Inseminasi Buatan sangat dinantikan oleh para petani peternak yang meng IB kan ternaknya pada mantri-mantri hewan ataupun praktisi IB. Kegagalan IB yang terus menerus tentunya sangat merugikan peternak (breeder).
Yang dimaksud dengan Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (spermatozoa atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut ‘insemination gun‘.
Tujuan Inseminasi BuatanKerugian tidak hanya terbatas pada biaya IB tetapi juga pada waktu pemeliharaan sapi, pakan dan lain-lain. IB yang tidak berhasil akan memperpanjang calving interval dan tentu saja hal ini sangat merugikan peternak. Banyak faktor yang bisa menjadi penyebab kegagalan Inseminasi Buatan (IB) baik dari faktor internal atau sapinya sendiri dan juga dari faktor eksternal. Kegagalan IB atau dengan kata lain sapi tidak bunting meski sudah di IB dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a) Memperbaiki mutu genetika ternak;
b) Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya ;
c) Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama;
d) Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
e) Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.
Keuntungan IB
a) Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;
b) Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
c) Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
d) Dengan peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat simpan dalam jangka waktu yang lama;
e) Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah mati;
f) Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar;
g) Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin.
Kerugian IB
a) Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka tidak akan terjadi terjadi kebuntingan;
b) Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan pada sapi betina keturunan / breed kecil;
c) Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama;
d) Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny test).
- Peternak dan Operator IB
- Kualitas Semen dan Asal Semen
- Ternak Betina
Keberhasilan inseminasi buatan sangat ditentukan oleh kemampuan dari peternak dalam hal deteksi estrus, sebab dengan deteksi estrus yang tepat dapat membantu operator IB dalam menentukan waktu yang tepat dalam melakukan inseminasi buatan. Ada beberapa cara untuk detaksi estrus antara lain dengan :
- Melihat adanya leleran lendir pada vulva
- Menggunakan teaser
- Sistem recording yang baik
Kualitas Semen dan Asal Semen
Kualitas semen yang baik untuk IB adalah konsentrasinya 25 juta untuk semen beku dan juga Post Thawing Motility (PTM) nya 40 % selain itu spermatozoanya tidak mengalami abnormalitas. Spermatozoa yang mempunyai bentuk abnormal menyebabkan kehilangan kemampuannya untuk membuahi sel telur dalam tuba falopii. Untuk itu semen dievaluasi secara periodik selam 6 bulan. Semen yang kualitasnya baik akan meningkatkan keberhasilan dari inseminasi buatan.
Kualitas semen juga dipengaruhi kualitas penyimpanan baik cara maupun tempat penyimpanan, suhu yang harus sesuai agar sperma atau semen tidak rusak dan lain-lain.
Kondisi Ternak Betina
Pada dasarnya kegagalan dari inseminasi buatan adalah adanya gangguan pada hewan betinanya baik itu adanya kelainan anatomi saluran reproduksi, gangguan hormonal dan juga abnormalitas sel telur.
Kelainan anatomi saluran reproduksi
Kelainan anatomi dapat bersifat genetik maupun nongenetik. Kelainan anatomi saluran reproduksi ini ada yang mudah diketahui secara klinis dan ada yang sulit untuk dideteksi, sehingga sulit didiagnosa. Termasuk pada kelompok kedua yang sulit didiagnosa adalah :
- Tersumbatnya tuba falopii
- Adanya adhesio antara ovarim dengan bursa ovarium
- Lingkungan dalam uterus yang kurang serasi
Yang paling sering dijumpai pada kelompok ini adalah adanya penyumbatan pada tuba falopii. Penyumbatan ini menyebabkan sel telur yang diovulasaikan dari ovarium gagal mencapai tempat pembuahan yaitu di ampula dan sel mani juga terhalang untuk mencapai tempat pembuahan, sehingga proses pembuahan gagal. Tuba falopii yang buntu dapat berbentuk :
- Adhesio dinding tuba
- Adhesio antara ovarium dengan bursa ovarii
- Salpingitis baik akut maupun kronis
- Hidrosalping
- Kista pada saluran tuba
- Piosalping
- Hipoplasia tuba falopii yang bersifat genetik
- Populasi m.o yang terlalu banyak di dalam uterus, serviks atau vagina
Adanya gangguan pada sekresi hormon gonadotropin (FSH dan LH) dan hormon estrogen akan menyebabkan terjadinya kegagalan fertilisasi. Kasus-kasus seperti silent heat (birahi tenang) dan subestrus (birahi pendek) disebabkan oleh rendahnya kadar hormon estrogen, sedangkan untuk kasus delayed ovulasi (ovulasi tertunda), anovulasi (kegagalan ovulasi) dan sista folikuler disebabkan oleh rendahnyanya kadar hormon gonadotropin (FSH dan LH).
Kadar estrogen yang rendah
Rendahnya kadar estrogen dalam darah karena defisiensi nutrisi : β karotin, P, Co dan berat badan yang rendah akan menyebabkan kejadian silent heat dan subestrus padi sapi. Kejadian in sering terjadi pada sapi post partus. Pada kasus silent heat, proses ovulasi berjalan secara normal dan bersifat subur, tetapi tidak disertai dengan gejala birahi atau tidak ada birahi sama sekali. Diantara hewan ternak, silent heat sering dijumpai pada hewan betina yang masih dara, hewan betina yang mendapat ransum dibawah kebutuhan normal, atau induk yang sedang menyusui anaknya atau diperah lebih dari dua kali dalam sehari. Sedang pada kejadian sub estrus, proses ovulasinya berjalan normal dan bersifat subur, tetapi gejala birahinya berlangsung singkat / pendek (hanya 3-4 jam). Sebagai predisposisi dari kasus silent heat dan sub estrus adalah genetik.
Hormon LH pada kejadian silent heat dan sub estrus mampu menumbuhkan folikel pada ovarium sehingga terjadi ovulasi, tetapi tidak cukup mampu dalam mendorong sintesa hormon estrogen oleh sel granulosa dari folikel de Graaf sehingga tidak muncul birahi.
Kadar hormon gonadotropin yang rendah (FSH dan LH)
Rendahnya kadar hormon LH dalam darah dapat menyebabkan terjadinya delayed ovulasi (ovulasi tertunda) dan sista folikuler. Karena rendahnya kadar LH, fase folikuker diperpanjang sehingga yang seharusnya folikel mengalami ovulasi dan memasuki fase luteal tertunda waktunya atau tidak terjadi sama sekali. Gejala yang nampak dari kasus ini adalah kawin berulang (repeat bredeeer).
Pada kasus anovulasi (kegagalan ovulasi), folikel de Graaf yang sudah matang gagal pecah karena ada gangguan sekresi hormon gonadotropin yaitu FSH dan LH.
Abnormalitas sel telur
Ketidakseimbangan hormon-hormon reproduksi dapat mengganggu proses ovulasi. Ovulasi yang tidak normal dapat menghasilkan sel telur yang tidak normal.
Beberapa bentuk abnormal dari sel telur adalah :
- Degenerasi sel telur
- Zona pelusida yang sobek atau robek
- Sel telur yang muda
- Sel telur yang bentuknya gepeng, oval (lonjong)
- Mini egg cell dan giant egg cell
Cara Mengetahui Sapi Betina Bunting (di Pasar Hewan)
Secara garis besar ada dua indikasi dalam menentukan kebuntingan pada hewan betina yaitu :
- Indikasi kebuntingan secara eksternal
- Indikasi kebuntingan secara internal (Pemeriksaan per rektum)
Indikasi kebuntingan secara eksternal, meliputi :
- lewat catatan/ recording
- adanya anestrus
- pembesaran abdomen sebelah kanan secara progresif
- berat badan yang meningkat
- adanya gerakan fetus
- gerakan sapi melambat
- bulunya mengkilat
- sapi menjadi lebih tenang temperamennya
- kelenjar air susu membesar secara progresif.
Dapat dilakukan secara per rektum. Cara ini lebih mudah, praktis, murah dan cepat. Dapat dilakukan setelah 50-60 hari perkawinan. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya :
- perubahan pada kornu uteri
- adanya kantong amnion
- adanya pergelinciran selaput janin
- adanya fetus
- adanya plasentom dan fremitus
Sejarah Singkat Awal Mula Munculnya Teknik dan Cara Inseminasi Buatan (IB)
Inseminasi Buatan (IB) pada hewan peliharaan telah lama dilakukan sejak berabad-abad yang lampau. Seorang pangeran arab yang sedang berperang pada abad ke-14 dan dalam keadaan tersebut kuda tunggangannya sedang mengalami birahi. Kemudian dengan akar cerdinya, sang pangeran dengan menggunakan suatu tampon kapas, sang pangeran mencuri semen dalam vagina seekor kuda musuhnya yang baru saja dikawinkan dengan pejantan yang dikenal cepat larinya.Tampon tersebut kemudian dimasukan ke dalam vagina kuda betinanya sendiri yang sedang birahi. Alhasil ternyata kuda betina tersebut menjadi bunting dan lahirlah kuda baru yang dikenal tampan dan cepat larinya. Inilah kisa awal tentang IB, dan setelah itu tidak lagi ditemukan catatan mengenai pelaksanaan IB atau penelitian ke arah pengunaan teknik tersebut.Tiga abad kemudian, barulah ada pengamatan kembali tentang reproduksi. Tepatnya pada tahun 1677, Anthony van Leeuwenhoek sarjana Belanda penemu mikroskop dan muridnya Johan amm merupakan orang pertama yang melihat sel kelamin jantan dengan mikroskop buatannya sendiri. Mereka menyebut sel kelamin jantan yang tak terhitung jumlahnya tersebut animalcules atau animalculae yang berarti jasad renik yang mempunyai daya gerak maju progresif. Di kemudian hari sel kelamin jantan tersebut dikenal dengan spermatozoatozoa. Pada tahun berikutnya, 1678, seorang dokter dan anatomi Belanda, Reijnier (Regner) de Graaf, menemukan folikel pada ovarium kelinci.
Penelitian ilmiah pertama dalam bidang inseminasi buatan pada hewan piarann dialkukan oleh ahli fisiologi dan anatomi terkenal Italia, yaitu Lazzaro Spallanzani pada tahun 1780. Dia berhasil menginseminasi amphibia, yang kemudian memutuskan untuk melakukan percobaan pada anjing. Anjing yang dipelihara di rumahnya setelah muncul tanda-tanda birahi dilakukan inseminasi dengan semen yang dideposisikan langsung ke dalam uterus dengan sebuah spuit lancip. Enam puluh hari setelah inseminasi, induk anjing tersebut melahirkan anak tiga yang kesemuanya mirip dengan induk dan jantan uang dipakai semennya. Dua tahun kemudian (1782) penelitian spallanzani tersebut diulangi oleh P. Rossi dengan hasil yang memuaskan. Semua percobaan ini membuktikan bahwa kebuntingan dapat terjadi dengan mengunakan inseminasi dan menghasilkan keturunan normal.
Sumber:
https://jogjavet.wordpress.com dan sumber-sumber lainnya