Enggang Gading, Burung Dengan Kepala dan Paruh Besar

Helmeted Hornbill atau Enggang Gading (kepala dan paruh besar)
Rangkong gading atau Enggang gading adalah burung berukuran besar dari keluarga Bucerotidae. Burung dini ditemukan di Semenanjung Malaya, Sumatera, dan Kalimantan. Menurut situs Wikipedia, nama ilmiah dari burung ini adalah: Rhinoplax vigil
Burung Enggang mempunyai kebiasaan hidup berpasang-pasangan dan cara bertelurnya merupakan suatu daya tarik tersendiri. Pada awal masa bertelur burung jantan membuat lubang yang terletak tinggi pada batang pohon untuk tempat bersarang dan bertelurnya burung betina. Selama mengerami telurnya, sang betina bersembunyi menutup lubang dengan dedaunan dan lumpur dengan lubang sebagai jendelanya. Kemudian burung jantan memberi makan burung betinanya melalui sebuah lubang kecil selama masa inkubasi, dan berlanjut sampai anak mereka tumbuh menjadi burung muda. Karena itulah burung enggang ini dijadikan sebagai contoh kehidupan bagi orang dayak untuk bermasyarakat agar selalu mencintai dan mengasihi pasangan hidupnya dan mengasuh anak mereka hingga menjadi seorang dayak yang mandiri dan dewasa.

Burung Enggang Gading Burung paling aneh ini ditemukan di Semenanjung Malaya, Kalimantan, serta wilayah Sumatera. Bagian kepala dan paruhnya sangat besar, ini yang membuat burung ini terlihat aneh.

Bulu–bulu burung ini dominan dengan warna hitam. Satu-satunya warna lain pada bulu yaitu putih di antara perut serta bagian ekor burung.

Burung enggang gading pada umumnya mempunyai kepala dan juga keriput pada bagian tenggorokan yang berwarna merah pada burung jantan. Kemudian warna biru pada burung betina. Kepala burung seberat 10 % dari 5,9 sampai dengan 6,8 pon berat badannya.

Burung enggang biasa bertengger di pohon yang tinggi, sebelum terbang Enggang memberikan tanda dengan mengeluarkan suara gak yang keras. Ketika sudah mengudara kepakan sayap enggang mengeluarkan suara yang dramatik. Burung ini hidup berkelompok sekitar 2 sampai 10 ekor tiap pohon. Terkadang burung terbang bersama dalam jumlah antara 20-30 ekor. Suara enggang ini sangat khas dan nyaring sekali seakan-akan memanggil sekawannya di balik pohon yang rindang. Musim telurnya dari bulan April sampai Juli dan anak-anak burung yang lebih besar membantu burung jantan dewasa menyediakan makan bagi burung betina dan anak-anaknya yang baru menetas.


Saat usia mudanya, Burung Rangkong ini mempunyai paruh dan mahkota berwarna putih bersih. Kemudian seiring bertambahnya umur, paruh dan mahkota tersebut kemudian berubah warna menjadi merah dan oranye. Hal ini diakibatkan karena sang enggang menggesekkan paruh ke kelenjar penghasil warna oranye merah yang terletak di bawah ekor belakangnya.

Rangkong menyukai daun Ara sebagai makanan favorit, selain itu Burung Enggang tidak jarang juga memakan tikus, serangga, kadal bahkan burung kecil. Enggang memiliki kebiasaan hidup berpasang-pasangan dan cara bertelurnnya yang sangat unik.

Dalam budaya Suku Dayak Kalimantan, burung enggang selalu menjadi bagiannya. Mitos dan cerita di balik burung enggang berbeda-beda di setiap daerah salah satu mitos tersebut mengatakan burung enggang adalah penjelmaan dari Panglima Burung. Panglima Burung adalah sosok yang tinggal di gunung pedalaman kalimantan dan berwujud gaib dan hanya akan hadir saat perang. Umumnya burung ini dianggap sakral dan tidak diperbolehkan untuk diburu apalagi dimakan. Bila ada burung enggang yang ditemukan mati, jasadnya tidak dibuang. Bagian kepalanya digunakan untuk hiasan kepala. Rangka kepala burung enggang yang keras bertulang akan tetap awet bentuknya. Hiasan kepala inipun hanya boleh digunakan oleh orang-orang terhormat.


Blog, Updated at: 08:23:00